Kamis, 19 Juli 2007

In Memoriam: Taufik Savalas


Presiden Anak Yatim Itu Telah pergi


Satu lagi orang baik meninggal dunia. Bukan hanya karirnya yang cemerlang sebagai pelawak yang dikenang, tetapi kiprah sosialnya sebagai penyantun anak yatimlah yang mengharumkan namanya.


Kamis pagi, 12 Juli 2007, Indonesia dikejutkan oleh berita meninggalnya komedian kondang Taufik Savalas. Artis kelahiran Jakarta 9 Juni 1966 itu menghembuskan nafasnya yang terakhir sesaat setelah mobil kijang inova yang ditumpanginya bertabrakan dengan truk pengangkut semen di KM 13 Jalan Raya Purworejo - Yogyakarta.

Berita tentang selebriti yang meninggal tentu bukan hal aneh, meski tetap akan menjadi bahan pemberitaan di berbagai media massa. Namun saat kabar meninggalnya Taufik Savalas beredar kemarin, terasa ada nuansa yang berbeda : Banyak pemirsa televisi yang menonton infotainment berucap, “Inna lillahi, kasihan ya.. dia khan orang baik.”

Sebagai artis terkenal dan komedian papan atas, Taufik Savalas memang dikenal sebagai sosok yang religius, sederhana, rendah hati dan dermawan. Ia adalah penyantun anak yatim dan fakir miskin. Selain beberapa anak yatim yang diasuhnya sendiri, Taufik juga aktif menyantuni fakir miskin dan janda-janda tua bersama teman-teman pengajiannya di Majelis Dzikir Assamawat Kembangan, Jakarta Barat.

“Saya tidak mau disebut pendusta agama. Allah sendiri yang bilang, kalau memang lu nggak mau disebut pendusta agama, lu sayang dong sama mereka, berbagi dengan mereka. Kan rezeki lu rezeki mereka juga,” ungkapnya ketika ditanya alasan keterlibatannya.

Uniknya, tak seperti kebanyakan artis lain yang senang kegiatan sosialnya diliput media, Taufik justru melakukan kegiatannya dengan sembunyi-sembunyi. Dari K.H. Saadi Al-Batawi, pimpinan Majelis Dzikir Assamawat, lah cerita tentang betapa banyaknya aktvitas mulia sang artis terungkap. Ketika merayakan ulang tahunnya yang ke-41 lalu, misalnya, aktor yang melakoni peran Presiden Republik BBM itu sempat mengajak 40an anak yatim berwisata bersama keluarganya ke Taman Safari Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Sejak bergabung di majelis dzikirnya, kenang Kiai Saadih, selain sering menitipkan sejumlah uang kepada Kiai Saadi untuk dibagikan kepada fakir miskin di sekitar tempat ngajinya, Taufik juga sudah beberapa kali mengumrahkan jemaah.

Ketika beberapa waktu lalu ditanya wartawan beberapa waktu lalu, Taufik menjawab dengan tulus, “Saya takut riya’, takut takabur. Ini khan urusan hablun minallah, biar sama Allah aja lah.”

Sejak dulu Taufik Savalas memang peduli terhadap anak yatim. Heri, adik kandung Taufik Savalas, menceritakan, ketika perannya sebagai presiden Republik BBM sukses banyak orang yang dengan bercanda mendoakannya menjadi presiden betulan. Namun dengan santai taufik menjawab, “Gue emang pengin jadi presiden, tapi presidennya anak yatim.”

Pelawak Kecil
Tak hanya membari santunan, beberapa waktu lalu Taufik juga berencana membuat usaha kecil yang pengelolaannya dan keuntungannya diperuntukan bagi anak yatim. Sayang, hingga ajal menjemput, niat mulia itu belum terlaksana.

Taufik memang selalu menomorsatukan kegiatan sosial dibanding pekerjaannya. Pernah suatu ketika, ayah dua anak itu meninggalkan sebuah job dengan bayaran lumayan besar dan memilih berceramah tanpa bayaran.

Mengenang almasrhum Taufik Savalas adalah mengenang sebuah perjuangan sejati orang kecil yang pantang menyerah dalam mengubah nasibnya dan berhasil. Lahir 41 tahun lalu di kawasan Jembatan Lima, pelawak tambun itu bernama asli Mochammad Taufik bin Yusuf Masri. Meski tumbuh dalam keadaan serba kekurangan, bagi Taufik yang waktu kecil tinggal di Jalan Tambora Gang I, Gang Pancong Buntu, RT 003/04, Tambora, Jakarta Barat, masa kanak-kanaknya terasa indah.

Sejak kelas empat SD tahun Taufik sering melawak menghibur tetangganya di panggung tujuh belasan. Gerak-geriknya yang jenaka selalu membuat penontonnya tergelak-gelak. Kesan indah itulah yang membuat taufik selalu ingat kepada kampungnya meski belakangan ia tinggal rumahnya yang megah di Perumahan Villa Ilhami, Blok D No.42 Kelapa Dua, Tangerang. “Saya tetap warga sini,” katanya suatu ketika.

Selepas SMP Taufik melanjutkan ke SMAN 5 Kemayoran, tempat ia mempunyai kenangan indah dengan tiga orang ibu gurunya yang hingga kini tetap dicintainya. Hingga ketenaran berhasil diraihnya belasan tahun kemudian, Taufik tetap ingat, dari tiga peri baik hati itulah ia dulu sering mendapat uang untuk makan dan bayaran sekolah. “Kalau mereka meminta sesuatu untuk keperluan anak-anaknya, pasti saya belikan,” katanya.

Bersama sejumlah teman seangkatannya, Taufik juga membentuk semacam paguyuban untuk membantu guru-gurunya. Dari uang patungan rutin itu pula salah seorang gurunya bisa diberangkatkan haji.

Selepas SMU, Taufik mulai merasakan sulitnya mencari pekerjaan. Segala profesi kasar seperti menjadi kenek angkot, pengamen dan kuli bangunan pernah dilakoninya sebelum, akhirnya nyangkut di radio humor Suara Kejayaan (SK) sebagai penyiar dan pengisi acara.

“Saya punya bakat untuk menghibur, ya sudah saya manfaatkan bakat yang diberikan Allah ini,” ujarnya.

Lima tahun di radio SK memberinya kesempatan untuk mengembangkan bakat dan berkenalan dengan para artis terkenal. Di Sogo, Plaza Indonesia, kali pertama ia melawak secara profesional dengan bayaran Rp 250 ribu. Perlahan, namanya mulai dikenal banyak orang, seiring datangnya tawaran untuk melawak, membawakan acara, bermain sinetron dan membintangi iklan.

Mengenai perjalanan hidupnya yang getir, Taufik mengaku pernah “berdialog dengan Tuhan”. Allah, katanya, tidak akan mencoba umat-Nya di luar batas kemampuan mereka. Allah juga tidak akan mengubah nasib seseorang selain orang itu yang mengubah.

“Jadi saya ikhtiar saja. Apa pun yang saya kerjakan, yang penting halal, tidak merugikan orang, tidak makan rezeki orang. Profesi ini halal.”

Ketua RT
Hebatnya, meski nama Taufik Savalas semakin bersinar dan koceknya kian tebal, ia tidak pernah silau. Meski berada di dunia yang akrab dengan kehidupan malam, Taufik tetap menjadi Taufik yang tidak suka menengak minuman keras, mencoba narkoba. Bahkan merokok pun ia tidak doyan.

Baginya, selebriti hanyalah bagian dari pekerjaan, yang harus dilepas saat ia turun panggung. “Ketika bekerja saya harus professional. Tapi ketika di rumah, ya saya tetap Mochammad Taufik, ayah dari dua anak yang hidup bermasyarakat,” ungkap tokoh yang dipercaya tetangganya menjadi ketua RT dan ketua pos hansip terpadu itu.

Ledakan karir dialami artis yang rajin shalat Dhuha itu ketika ia terpilih menjadi duta kesehatan di sebuah produk sabun kesehatan. Dengan job barunya ia mendapat kesempatan berkeliling Indonesia, termasuk kota Kuningan tempat ia berjumpa dengan Rina Rusdiana, salah seorang pemenang acara yang belakangan menjadi istrinya.

Mensyukuri kesuksesan karirnya, tahun 2001 Taufik mengajak ibundanya menunaikan ibadah haji. Setahun kemudian, Taufik kembali menunaikan rukun Islam kelima. Kali itu, ia berniat menghajikan almarhum ayahanda dan pelawak Kasino yang sudah dianggapnya sebagai guru. Dan kali ketiga Taufik pergi dengan niat ibadah sekaligus mengantar jemaah. Kebetulan ia diminta menjadi pemandu rombongan haji plus.

Sejak haji pertamanya, ayah dua orang anak, Mochammad Abizard (8 tahun) dan Adinda Fatimah (5 (tahun) itu berniat akan menunaikan haji setiap tahun bila rejekinya memungkinkan. “Saya selalu rindu bertamu ke Rumah Allah,” akunya.

Selain menyantuni anak yatim, Taufik juga rajin berziarah ke makam-makam auliya. Bahkan sehari sebelum meninggal dunia, ia sempat berziarah ke Keramat Tengkele atau Pemakaman Syaikh Achmad dan Tubagus Chuluk di Desa Karundang, Kecamatan Cipocok Jaya, Serang. Tiada yang menyangka, dua hari kemudian Taufik akan kembali lagi ke pemakaman itu untuk dimakamkan.

Ketika berziarah untuk terakhir kalinya itu, kenang Heri, adik almarhum Taufik Savalas, sang kakak melihat karpet di mushalla kotor. Taufik lalu membelikan karpet baru untuk menggantikan karpet yang kotor, kenang Heri saat ditemui di kediaman Taufik, Villa Ilhami, Karawaci, Tangerang. Taufik juga meminta juru kunci untuk melepas kelambu makam yang sudah kotor. Taufik membawa kelambu itu untuk dicuci dulu di laundry dekat rumahnya.

Sebelum berangkat berziarah ke Serang, mantan asisten Warkop DKI itu juga memberi Heri sejumlah uang untuk membeli buku pelajaran agama Islam untuk anak-anak yatim asuhannya. “Kata-kata terakhirnya buat saya, dia nyuruh saya jagain anak-anak. Yang penting 60 persen ajarin agama, 40 persen lepas aja,” katanya.

Pamit Emak
Kepergian Taufik yang mendadak tentu saja mengagetkan semua pihak, terutama Rina Rusdiana, sang istri yang kini harus menghidupi dua anaknya yang kini menjadi yatim. Baru disadari banyak pertanda yang telah diberikan Taufik kepada keluarga, kerabat dan teman-temannya sebelum berangkat ke Yogya.

Beberapa malam sebelumnya, sang istri bermimpi dipamiti Taufik yang akan pergi ke suatu tempat. “Ayah pulang duluan ya, kamu nyusul nanti saja sama anak-anak,” ujar Rina menirukan ucapan suami dalam mimpinya.

Kenangan tentang sosok Taufik Savalas juga melekat di benak nenek Masri, bekas tetangga yang sudah dianggap Taufik sebagai neneknya. Ketika remaja, kenang nenek Masri, Taufik sering membantu Nenek Masri belanja beras dan sayur mayur untuk dijual di warungnya.

Dua jam setelah tabrakan yang merenggut nyawa Taufik, pelawak itu datang dalam mimpi sang nenek untuk berpamitan. “Rabu jam 12 malam setelah shalat, emak mimpi ketemu Taufik. Dalam mimpi, pipi dan badan emak ditepuk-tepuk sama Taufik. Dia juga ngasih emak duit sepuluh ribu,” ungkap wanita berusia 78 tahun itu.

Dalam mimpi itu pula terjadi dialog,
“Mak, jaga kondisi baik-baik, ya.”
“Memangnya Taufik mau ke mana?,” tanya Nenek Masri.
“Taufik sudah nggak tinggal di sini lagi. Sekarang Taufik tinggal di Serang.”
“Lho bukannya Taufik tinggal di Karawaci?”
“Nggak mak, Taufik sekarang tinggal di Serang karena lebih adem. Taufik ingin lebih tenang,” kata nenek Masri mengakhiri dengan mata berkaca-kaca.
Ketika itu, nenek Masri belum tahu bahwa Taufik, cucu angkatnya, meninggal akibat sebuah kecelakaan tragis.

Taufik memang orang baik yang patut dikenang. Kala hidup ia menjadi pujaan banyak orang, setelah meninggal pun ia layak menjadi teladan.
Selamat jalan Taufik.. Selamat jalan Presidenku..

(Penggemar sejatimu : Kang Iftah, Jakarta Juli 2007)
foto : www.tabloidnova.com